29.1.05

Menyusun Keping-keping Sejarah Megalitik

Sabtu, 27 September 2003

SITUASI Gunung Padang ibarat keping dari mosaik masa megalitik dunia. Berdasarkan penampilan fisik dan lokasinya, konon Gunung Padang merupakan gambaran sejarah manusia yang sedang dalam pencarian tempat hunian yang tetap dan memadai bagi kelompoknya. Situs itu menjadi bukti bahwa Indonesia merupakan bagian ujung Pasifik (Kepulauan Paskah) dan Madagaskar, dan akhirnya bermukim secara tetap.

Namun, hingga kini sejarah Situs Gunung Padang masih diperdebatkan di berbagai kalangan masyarakat. Kendati demikian, lokakarya bertema "Pelestarian dan Pengembangan Kawasan Situs Gunung Padang", di Cipanas, Cianjur, Agustus 2002 lalu, akhirnya menghasilkan kesepakatan bahwa situs itu merupakan peninggalan purbakala yang sangat langka, baik dalam struktur maupun bahan pembentuknya. Situs itu juga merupakan monumen penting yang memperantarai tradisi megalitik dalam rantai Pasifik, mulai dari Madagaskar hingga Pulau Paskah.

Sayangnya, saat ini kondisi situs Gunung Padang tampak kurang terawat. Sebagian anak tangga batu menuju situs itu sudah hilang. Kawasan itu juga ditumbuhi ilalang hingga menutupi sebagian bangunan situs tersebut. Selain itu, sebagian bangunan batu telah hancur berantakan. Bebatuan berserakan, atau terlihat ditumpuk begitu saja.

Berdasarkan catatan arkeolog Widodo, kerusakan batu bahan bangunan terjadi secara fisik, seperti mengelupas, retakan, pecah, dan secara kimiawi seperti pertumbuhan ganggang dan jamur kerak. Tidak tampak pertumbuhan mikroorganisme lumut, karena struktur batuannya kompak. Batu-batu yang mengalami proses pelapukan akan makin cepat lapuk, sehingga perlu dikonservasi secara optimal agar dapat bertahan lama. Batu-batu yang pecah dan patah perlu disambung kembali dan dapat digunakan sebagai acuan pekerjaan penataan batuan.

Untuk itu, Mundardjito dari Universitas Indonesia mengingatkan, perlu diputuskan seberapa jauh didapatkan data untuk mengembalikan situs itu pada bentuk semula. Karena, banyak bagian dari fitur yang miring sehingga dapat ditegakkan kembali, tetapi juga banyak yang sudah jatuh. Bahkan, bentuk denahnya tidak jelas. "Keterbatasan data merupakan hambatan bagi pelestarian yang harus mendasarkan pada prinsip otentisitas," ujarnya.

Satuan-satuan batangan batu yang menjadi penyusun konstruksi bangunan berundak itu ditancapkan lurus pada dinding-dinding teras tanpa diikat satu sama lain sehingga antara satu batangan dengan batangan lain terdapat rongga. Akibatnya, struktur yang tidak homogen ini tidak mampu menerima beban secara merata. Apalagi jika tanah yang mengisi rongga antarbatangan batu itu terlepas dari posisinya karena dikikis aliran air sungai.

"Karena itu, stabilitas bangunan di bagian dinding, terutama teras pertama, sangat mengkhawatirkan. Sejumlah batangan batu letaknya miring, melesak, longsor, atau jatuh," tandas Mundardjito.

Situs itu menjadi rentan terhadap erosi karena faktor kemiringan lereng, jenis dan sifat tanah, ketiadaan sistem drainase, keadaan iklim lingkungan, dan sistem penggarapan lahan oleh penduduk. "Jadi, air permukaan yang mengalir di situs tersebut perlu dirancang pengubahan alirannya sehingga tidak mengikis permukaan tanah pada lereng-lereng dan halaman- halaman," tambah Mundardjito.

Selain itu, kelerengan permukaan tanah bukit itu cukup terjal, khususnya di lereng timur yang mendukung teras bangunan halaman satu. Akibatnya, gaya penggerak menjadi lebih besar sehingga situs itu rawan longsor. Apalagi lereng bukit dan permukaan tanah bangunan berundak ini tidak dilapis tanaman penutup, sehingga makin dikikis air hujan.

Kegiatan penebangan pohon kayu di atas bukit, dan yang menyeretnya melalui halaman-halaman serta tangga-tangga batu telah memperparah kondisi keterawatannya. Belum lagi kegiatan petani peladang yang dalam memperluas lahan garapannya telah meratakan teras-teras tanah di kaki bangunan dan mencabuti batu-batu yang ada. Karena itu, batas antarteras itu tidak ada, dan akibatnya mempercepat aliran air yang mengerosi permukaan tanah.

HASIL lokakarya Situs Gunung Padang merekomendasikan untuk mengangkat secara sistematis dan terencana monumen situs itu sebagai bagian penting rantai megalitik Pasifik. Sebagai salah satu bangunan berundak yang terbesar di kawasan ini, pemerintah seharusnya memprakarsai kerja sama kebudayaan dengan sejumlah negara di kawasan Pasifik melalui tema tradisi megalitik. Upaya ini dapat memperkokoh posisi Indonesia, khususnya Jawa Barat, dalam konstelasi politik kebudayaan pada era Pasifik.

Selain itu, perlu segera disusun rencana induk pengembangan yang memperhatikan asas-asas keberlanjutan, bersandar pada masyarakat, menggali makna arkeologis, memperhitungkan ekonomi lingkungan, mempertinggi nilai saing produk wisata, serta berfungsi sebagai wadah pembelajaran budaya.

"Jadi, perlu dilakukan persiapan sosial dan penyesuaian budaya secara bertahap pada masyarakat setempat maupun berbagai komunitas dan stakeholder terkait," kata Ketua Tim Lokakarya Pelestarian dan Pengembangan Situs Gunung Padang Dr Tony Djubiantono.

"Tampaknya cita-cita ini masih perlu penanganan serius, antara lain keletakannya, transportasi, keadaan lingkungan, masyarakat, dan cara penataan tinggalan itu sendiri dalam bentuk pemugaran dan pengamanannya," tandas Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Haris Sukendar. Menurut dia, sektor pendukung berupa sarana transportasi dan rumah-rumah informasi merupakan hal penting yang disertai penanganan situs secara fisik.

"Kami khawatir terjadi kerancuan dalam pemanfaatannya, sehingga pengungkapan nilai arkeologis maupun nilai keserasian tidak tercapai. Jadi, zona inti, zona penyangga harus ditentukan secara tepat sehingga izin pendirian bangunan rumah untuk rumah-rumah tinggal, hotel, warung, berdiri pada posisi tepat," ujarnya.

Ditambahkan, pemugaran kembali teras berundak Gunung Padang perlu dilakukan mengingat beberapa bagian bangunan telah runtuh. Pemugaran ini perlu dilakukan pada beberapa bagian, antara lain jalan masuk, dinding atau tembok penyangga bangunan bagian depan dan samping, halaman lantai pertama, bangunan pada lantai satu dan dua, dan dinding tembok pemisah lantai satu dan dua.

"Penggunaan batu untuk pemugaran harus menggunakan bahan yang sama, yaitu balok-balok batu persegi empat panjang, sesuai bahan yang dipakai untuk pembangunan teras berundak sendiri," tandasnya.

Untuk itu, pemugaran perlu dibarengi usaha pembuatan taman sebagai daya tarik. Pengadaan sarana penunjang, yaitu aliran listrik perlu dipercepat.

"Situs Gunung Padang perlu ditata sejalan dengan peruntukannya agar dapat diatur, dikendalikan, dan diberi fungsi tepat sesuai dengan wawasan pemanfaatan, wawasan preservasi situs, dan wawasan konservasi bangunan," tandasnya.

Menurut Haris, zona satu merupakan daerah yang berfungsi melindungi bangunan dan tinggalan arkeologi lain yang ada di lahan ini, serta memberi kemungkinan bagi pengunjung memandang bangunan tanpa terhalang. Zona ini mutlak harus dibebaskan dari kegiatan penggarapan lahan pertanian oleh penduduk setempat sehingga erosi lebih lanjut dapat dicegah atau dihambat. Zona seluas 17.504 meter persegi dan telah menjadi milik pemerintah itu merupakan daerah inti karena terdapat banyak peninggalan arkeologi yang perlu diteliti dan dilestarikan.

Ditambahkan, zona kedua seluas 45.000 meter persegi dapat dijadikan daerah penyangga zona inti. Bagian pertama, lahan hijau tempat tetumbuhan dapat ditanam sebanyak mungkin untuk memberi kesejukan dan panorama hijau bagi pengunjung. Bagian kedua, lahan untuk memberikan fasilitas pelayanan umum. "Perlu dipikirkan pendirian museum situs, lapangan parkir, kios cenderamata, dan bumi perkemahan," kata Mundardjito.

Zona ketiga seluas 240.000 meter persegi merupakan zona di mana masih terdapat sisa teras batu yang masih utuh, meskipun kuantitatif tidak terlalu banyak. "Zona ini dapat dikembangkan menjadi daerah terbatas dalam arti di beberapa lokasi penduduk masih dapat memanfaatkan lahan, tetapi harus memperhatikan upaya pengamanan situs. Di sini dapat dibangun berbagai fasilitas bagi pengunjung, seperti kantor informasi, tempat istirahat, dan parkir kendaraan," katanya.(EVY)

Tidak ada komentar: